Villa, Petuah Kinara-Kinari, Panti Asuhan Hindu Dalam Sebuah Kisah di Bulan Ramadhan
Hari
sabtu, tanggal 17 Juni 2017 lalu, merupakan hari yang sangat mengesankan bagi
saya. Salah seorang kawan, sebut saja bapak Angga, mengajak berkunjung ke panti
asuhan Dharma Jati II di Penatih, Denpasar. Pak Angga ini merupakan kawan saya
sewaktu bekerja di Mercure Resort Sanur tahun 2011-2013. Dunia hospitality mempertemukan
kami kembali, kali ini dalam rangka kegiatan sosial.
Jadi begini ceritanya, pak Angga
kini bekerja sebagai operational manager
di Lalasa Villa, Canggu. Sebuah Villa yang dimiliki oleh seorang pengusaha yang
peduli dengan kegiatan sosial, yaitu kunjungan ke panti asuhan. Sesuai
permintaan pemilik villa, setiap kunjungan harus beda panti dan lintas agama,
seperti kunjungan ke panti asuhan kristiani (kunjungan pertama dan kedua). Dan
kunjungan panti asuhan Hindu Dharma Jati II kali ini merupakan kali ketiga bagi
beliau.
Saya berpikir, partisipasi apa yang
bisa saya lakukan. Kemudian saya teringat karya saya berjudul Petuah Kinara danKinari yang diterbitkan oleh IBC. Saya menghubungi penerbit untuk dicetakkan
sepuluh buku dan mengirimkannya ke Bali via pos kilat. Tepat dua hari sebelum
kegiatan, sepuluh buku sudah sampai.
Hari sabtu, saya mengajak salah
seorang kawan lagi di tempat bekerja yang baru, sebut saja namanya kak Titin.
Lalu kami pun menuju Lalasa Villa dan bertemu pak Angga disana. Kemudian
berangkat bersama pada jam 10.30 pagi.
![]() |
Kak Titin, Saya, pak Angga dan tim Lalasa Villa, Pak I Wayan Nika dan anak anak asuh Panti Asuhan Dharma Jati, Penatih |
Kami disambut anak-anak asuhan panti
begitu tiba di sebuah rumah. Rumah yang asri dengan tanaman-tanaman merimbuni
kanan-kiri jalan yang kami lewati. Rumah ini bergaya khas Bali dan memiliki
sebuah hall yang lumayan lapang. Disana terdapat beberapa alat permainan
anak-anak, seperti ayunan, perosotan, sepeda statis, dan yang mebuat saya
bertanya-tanya adalah alat angkat besi.
Saya juga mendapati foto seorang jenderal TNI, lalu yang
membuat bertanya-tanya adalah dua foto orang penting. Pertama, foto mantan presiden Suharto yang sedang
memberi sebuah penghargaan kepada seorang lelaki dengan tulisan: Penghargaan
Satya Lencana. Kedua, foto mantan presiden Megawati Soekarnoputri yang
mengepalkan tangan seolah memberi semangat kepada anak-anak bersama lelaki yang
sama dengan foto sebelumnya. Lalu, pertanyaan saya, siapakah lelaki itu?
Beliau adalah I wayan Nika, seorang
guru yang mendirikan panti asuhan ini.
SEORANG GURU berhati mulia, rela menyisihkan gajinya, untuk mengasuh anak-anak
yang bukan darah dagingnya semenjak tiga
puluh dua tahun yang lalu.
Saya bertanya-tanya apa motivasi
beliau mengasuh anak-anak tersebut. Beliau menjawab, “ya, saya melihat banyak
anak-anak di Bali ini membutuhkan pertolongan. Sedangkan, saat itu, yang mau
mengulurkan bantuan adalah pemeluk agama lain. Kenapa, saya sebagai tuan rumah
di Bali, tidak mengambil tindakan serupa. Jadilah panti asuhan ini, hahahaha....”
Saat itu umur pak Wayan Nika belumlah
menginjak kepala empat. Tapi kepala beliau sudah diisi dengan segala
rencana-rencana mulia. Sejak awal tahun 1980-an, beliau mengumpulkan anak-anak.
Soal dana, beliau mengungkapkan bahwa ada saja jalan jika kita berniat tulus.
Entah itu dari sumbangan donatur, entah itu penghasilan pribadi yang tidak
disangka-sangka. Beliau juga tak jarang memberikan gajinya sebagai guru untuk
menyokong kebutuhan anak-anak asuhnya.
Tanda tanya saya tentang keberadaan
alat latihan angkat besi di hall terjawab, pak Wayan Nika melatih angkat besi.
Salah satu anak asuh telah mengukir prestasi hingga tingkat dunia dan sudah
tidak perlu diasuh karena sudah ditanggung oleh negara. Beberapa anak asuhnya
bahkan berhasil mengenyam pendidikan
tinggi bahkan hingga S2. “Ada pengalaman lucu, saya pernah bertemu seorang
polisi di jalan dan tiba-tiba polisi itu menyalami saya sambil bertanya, bapak
masih ingat saya? Rupanya itu anak asuh saya, hahahhaa....” tutur I Wayan Nika
membuat kami turut tertawa.
Kunjungan ini memang menyenangkan.
Namun, di balik cerita sukses I Wayan Nika sebagai bapak asuh juga terdapat
kisah-kisah duka, seperti anak-anak yang bandel. Saya baru tahu, tidak semua
anak asuh I Wayan Nika merupakan yatim piatu. “Mereka ada yang memiliki orang
tua, tetapi tidak mampu mengasuh karena alasan ekonomi. Saya coba bantu. Tapi
kalau bandel, dan mengancam anak-anak asuh yang lain, ya, saya kembalikan.
Mungkin anak bandel itu memang bukan disini tempatnya.” Selain itu godaan sejumlah uang yang sangat
fantastis pun sering menyambangi. Ada beberapa telpon yang menawarkan sejumlah
besar imbalan untuk mengadopsi anak asuh, tapi ditolaknya. Bahkan pernah
mendapatkan fitnah yang sangat keji pun pernah beliau hadapi.
Segala rintangan tersebut tidak
menyurutkan semangat I Wayan Nika untuk mengasuh anak kurang beruntung. Berkat
kegigihan tersebut, beliau mendapat penghargaan Satya Lencana dari
almarhum Presiden RI kedua, Soeharto.
Kemudian pernah diundang oleh presiden keempat RI, Megawati Soekarnoputri, di sebuah acara makan malam. Itu belum
penghargaan-penghargaan dari berbagai kalangan dalam dan luar negeri.
Saya sangat senang bisa bertemu
tokoh seperti I wayan Nika. Beliau sangat rendah hati meskipun
penghargaan-penghargaan telah diterima. Bahkan, beliau tampak antusias menerima
buku Petuah Kinara dan Kinari Kumpulan Cerita Anak sebagai bahan bacaan anak-anak asuhnya.
Beliau bahkan mengajak kami melihat
kelas Kejar Paket yang biasa digunakan anak-anak asuh belajar. Ada perpustakaan
mini di sampingnya. “Mas kan penulis, boleh ambil satu buku, mana tahu bisa
memberi ide membuat buku anak-anak lagi hehehe....” Kami hanya tertawa.
Padahal pak Wayan Nika serius hendak
memberi. Semangat memberi dan mengasihi tanpa mengharap imbalan memang sudah tertanam pada pria berusia 71
tahun ini. Buktinya sudah duaribuan anak sudah diasuhnya. Jangankan minta imbalan
kepada mereka, satu dari wajah mereka pun sudah lupa....
Hari sabtu, tanggal 17 Juni 2017,
memang hari keberuntungan bagi saya bisa bertemu orang sehebat pak Wayan Nika.
Comments
Post a Comment